Sabtu, 05 Januari 2013
Share this Article on :
Budaya Gotong Royong Gotong royong adalah salah satu budaya bangsa yang membuat Indonesia, dipuji oleh bangsa lain karena budayanya yang unik dan penuh toleransi antar sesama manusia.Ini juga merupakan salah satu faktor yang membuat Indonesia bisa bersatu dari Sabang hingga Merauke, walaupun berbeda agama, suku dan warna kulit. Ciri khas bangsa Indonesia salah staunya adalah gotong royong, kita mengetahui bahwa modernisasi dan globalisasi melahirkan corak kehidupan yang sangat kompleks, hal ini seharusnya jangan sampai membuat bangsa Indonesia kehilangan kepribadiannya sebagai bangsa yang kaya akan unsur budaya. Akan tetapi dengan semakin derasnya arus globalisasi mau tidak mau kepribadian tersebut akan terpengaruh oleh kebudayaan asaing yang lebih mementingkan individualisme.Sesungguhnya budaya gotong-royong merupakan kekuatan besar budaya masyarakat yang perlu dikembangkan terus di negeri ini”. Kaum pria sibuk mengaduk semen dan pasir, menyiapkan batu bata, kayu dan paku-paku.Ada juga beberapa pria yang membersihkan lahan. Sebelum dibersihkan, lahan itu diratakan dulu. Kaum wanita, ibu-ibu, menyiapkan makanan, kopi dan teh. Semua sibuk mengambil bagian dalam pekerjaan itu di daerah perbukitan suatu kampung bernama Kampung Bukit, di kawasan Rumbai, tidak jauh jauh dari kota Pekanbaru. Tidak ada orang yang ngobrol atau pun berlagak seperti bos yang pekerjaannya hanya memerintah. Semua orang yang hadir ambil bagian dalam pekerjaan itu. Setiap individu mungkin merasa risih bila tidak turut berpartisipasi. Mereka semua memiliki perasaan ingin melayani, dan ingin meringankan beban sesama warga. Mereka bersama-sama mendirikan rumah bagi seorang warga di desa mereka. Budaya gotong-royong sudah menjadi bagian dari kehidupan mereka sehari-hari. Kisah itu adalah gambaran kehidupan warga Indonesia puluhan tahun lalu di suatu kawasan bernama Rumbai di pulau Sumatera. Masa kini tersedia beragam wadah organisasi/ lembaga formal unuk kegiatan sosial dan pengembangan masyarakat. Wadah itu dapat dioptimalkan untuk menjalankan dan memperkuat kembali budaya gotong-royong. Ada Organisasi Kemasyarakatan (ORMAS), ada pula Yayasan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Koperasi. Lembaga yayasan adalah badan hukum yang ditujukan untuk melakukan berbagai kegiatan di bidang kemanusiaan, sosial, budaya, agama dan kemasyarakatan. Dalam lembaga yayasan tercermin keinginan pemerintah untuk memberikan peluang sebesar-besarnya bagi warga berbagai kelompok masyarakat untuk melakukan kegiatan pelayanan, pendidikan dan pengembangan dalam rangka pembangunan masyarakat yang sehat jasmani dan rohani. Bila Anda bersama teman-teman mendirikan yayasan, sebaiknya fokuskan diri pada misi pelayanan, disertai dengan semangat gotong-royong, agar yayasan itu bermanfaat bagi masyarakat luas. Dengan penerapan semangat gotong- royong, Anda sekaligus mendidik warga masyarakat agar menumbuhkan kembali budaya gotong- royong yang sudah mulai terkikis habis oleh perkembangan zaman. Penggunaan yayasan hanya sebagai simbol atau tampilan agar kelihatan menarik di mata masyarakat atau mencari popularitas dengan beragam kegiatan heboh yang menghambur-hamburkan dana yayasan, sangatlah tidak tepat. Yayasan mestinya bukanlah sarana untuk kumpul-kumpul, ngerumpi atau pesta makan bersama. Tetapi, yayasan adalah wadah untuk melayani… wadah untuk berbuat bagi masyarakat. Yang menjadi ukuran dalam pengembangan yayasan adalah seberapa besar perannya dalam melayani, menolong, mendidik dan mengembangkan masyarakat. Sangat ironis bila sekelompok orang mendirikan yayasan dengan tujuan dan misi mulia, kemudian yayasan menerima sumbangan dalam jumlah besar dari berbagai pihak, tetapi dana yayasan hanya digunakan untuk makan bersama, pesta, tour dan berbagai kegiatan konsumtif lainnya, sedangkan ketika ada warga atau kelompok masyarakat membutuhkan pertolongan, yayasan tidak dapat berbuat apapun karena dana yayasan sudah dihabiskan untuk kegiatan yang tidak sesuai dengan tujuan dan misi yayasan. Walaupun suatu yayasan hanya memiliki dana sedikit, tetapi dana itu digunakan dengan optimal untuk kepentingan pelayanan masyarakat, maka yayasan telah berjalan pada jalur yang tepat. Bagaimanakah sikap kita sebagai anggota pengurus suatu yayasan? Apakah cukup memberi uang untuk yayasan, lalu membiarkan yayasan berjalan begitu saja diurus oleh teman-teman lainnya? Sebagai anggota pengurus suatu yayasan sebaiknya kita menanamkan prinsip melayani, prinsip gotong- royong di dalam diri kita masing-masing. Yayasan dapat diarahkan agar mampu melihat kebutuhan masyarakat dan melayani serta mengembangkan masyarakat ke arah kehidupan yang lebih baik. Kita bisa mengembangkan masyarakat ke arah kehidupan yang lebih cerdas (smart community). Budaya gotong- royong tidak berarti harus selalu melakukan hal-hal besar bagi masyarakat. Dengan melakukan kegiatan sederhana pun, seperti membagikan pakaian bekas kepada masyarakat yang membutuhkan, melakukan pembersihan lingkungan, mendorong terciptanya kerjasama antar warga dan menanam pohon, yayasan telah melakukan pelayanan yang baik bagi masyarakat. Sikap melayani itu tidak hanya kepada masyarakat umum, tetapi juga antar sesama pengurus yayasan. Kita tidak harus menjabat posisi ketua dalam suatu yayasan agar dapat turut melayani, walaupun sebagai anggota pengurus biasa, kita dapat menunjukkan sikap gotonroyong dengan berpartisipasi menyampaikan ide, berkomentar dalam diskusi bersama, menyampaikan kritik bila terjadi penyimpangan dalam kegiatan yayasan, menolong teman yang sedang sibuk dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh yayasan, dan membantu meringankan beban teman yang sedang melakukan hal-hal sederhana lainnya untuk yayasan. Ciptakan dan kembangkanlah budaya gotong- royong dalam organisasi atau yayasan yang sedang Anda bangun bersama teman-teman Masyarakat Desa Penjaga Terakhir Semangat Gotong Royong Pancasila Dalam Pidatonya, Ir. Soekarno yang lebih kita kenal dengan panggilan Bung Karno, menyampaikan bahwa dasar Indonesia merdeka adalah (1) kebangsaan, (2) internasionalisme, (3) mufakat, (4) kesejahteraan, dan (5) ketuhanan. Dan lima bilangan tersebut dinamakan Pancasila. Sila artinya “asas” atau “dasar”, dan di atas kelima dasar itulah Indonesia berdiri menjadi Negara yang kekal dan abadi. Pancasila adalah Gotong Royong Bung Karno menyampaikan, lima sila boleh diperas sehingga tinggal 3 saja, yaitu (1) Sosio-nasionalisme, (2) Sosio-demokrasi, dan (3) Ketuhanan. Dan jika diperas yang lima menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah satu perkataan, Indonesia yang tulen, yaitu perkataan “gotong-royong”. Alangkah hebatnya! Negara Gotong-Royong! “Gotong-royong” adalah paham yang dinamis, lebih dinamis dari “kekeluargaan”. Membangun Peradaban Bangsa Membangun peradaban sebuah bangsa harus dilakukan dengan membangun budi pekerti serta membangkitkan semangat kebersamaan. Seperti yang telah dilakukan oleh para agamawan dan tokoh-tokoh generasi pendiri NKRI. Menurut Bung Karno, Indonesia bila ingin kembali berjaya seperti Sriwijaya dan Majapahit tidak bisa hanya dilakukan oleh satu golongan saja, tetapi harus dilakukan secara bersama oleh semua komponen bangsa dengan melibatkan masyarakat. Nilai-nilai dasar Pancasila sangat penting untuk selalu dimaknai kembali, karena generasi di masa mendatang belum tentu bisa menghayati Pancasila sebagai perekat dasar yang mempersatukan Indonesia. Gotong Royong yang sudah Terpinggirkan Indonesia merdeka karena adanya semangat gotong royong, kebersamaan dan bahu membahu. Setelah reformasi semangat tersebut seperti agak ditinggalkan. Salah satu penyebabnya adalah penggunaan uang atau dana sebagai tolok ukur yang cukup untuk partsipasi dalam kegiatan kemasyarakatan. Di beberapa desa bahkan secara nyata uang menjadi perusak semangat gotong royong warga desa. Kehadiran dalam sebuah kebersamaan pun terkadang diwakili dengan uang. Tidak hadir ronda cukup bayar denda. Tidak hadir dalam pertemuan cukup titip uang iuran. Tidak ikut kerja bakti cukup memberi sumbangan. Program pemerintah dengan bantuan beras miskin (raskin) yang kurang tepat sasaran dan dilaksanakan tanpa sebuah kebijaksanaan dalam permusyawaratan telah menjadikan alasan beberapa kelompok masyarakat yang tidak mendapatkan raskin, sedang mereka merasa miskin, akhirnya tidak mau lagi ikut kerja bakti. ”Mereka yang dapat raskin aja yang suruh kerja bakti,” katanya. Dalam banyak peristiwa terorisme akhir-akhir ini salah satu penyebab tidak berjalannya pengawasan masyarakat adalah sudah mulai lunturnya semangat gorong royong. Dengan kurangnya semangat gotong royong, maka masyarakat menjadi tidak peka terhadap sesuatu yang terjadi di lingkungannya. Gotong royong adalah pola pertahanan terbaik dalam masyarakat, gotong royong mampu menjadi alat komunikasi yang efektif. Yang masih diharapkan untuk terus menjaga kegotongroyongan adalah masyarakat desa. Semoga desa mampu menjadi penjaga pilar kejayaan Pancasila dengan tetep menjaga semangat kegotongroyongan di dalam kehidupan bermasyarakat


Artikel Terkait:

0 komentar:

Posting Komentar